REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG - Nasib bayi perempuan dari pasangan Parman (33) dan Dewi (24), warga Kampung Tarik Kolot RT 03/11, Cilawu Mangkurakyat, Kabupaten Garut, ini sungguh kasihan sekali. Bayi berusia empat hari yang kini sedang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, tersebut terlahir dengan kondisi usus terburai ke luar (Gastro Schisis).
''Pasien ini sebenarnya rujukan dari Rumah Sakit Garut. Saat dirujuk ke sini oleh bibinya, memang keadaanya sudah berat dan lemah," kata Direktur Medik dan Keperawatan RS Hasan Sadikin Bandung, dr Rudi Kadarsyah, Senin (21/3).
Bayi perempuan bernama Nadia tersebut saat ini sedang menjalani perawat di ruang intensif sejak tanggal 17 Maret 2011 lalu. Rudi mengatakan proses persalin bayi usus terburai tersebut dibantu oleh seorang dukun beranak dan berlangsung di Kabupaten Garut.
"Kelahirannya memang di Garut dan dibantu oleh seorang paraji (dukun beranak). Memang saat dirujuk ke RSHS pada Kamis (17/3) lalu, bayi tidak langsung dirawat di ruang NICU melainkan di IGD karena penuh. Namun, sekarang sudah dalam perawatan intensif," ujar Rudi. NICU merupakan ruang perawatan khusus yang levelnya di atas ruang perina karena lebih lengkap peralatannya.
Menurutnya, keadaan bayi tersebut cukup memprihatikan karena hampir 50 persen usus halusnya keluar dari lubang sebesar 4 centimeter yang berada di pusarnya. Salah satu tindakan medis yang dilakukan oleh RSHS Bandung terhadap bayi malang tersebut ialah melakukan tindakan operasi pemasangan plastik silo.
"Ususnya kita tutup dengan plastik silo yang dipasang sedemikian rupa sehingga menutupi bagian usus yang berada di luar. Penutupan ini dimaksudkan agar usus tidak mengalami kontak langsung dengan udara luar dan tidak kering," ujarnya.
Meskipun sudah dipasang silo, keadaan bayi tersebut saat ini masih memburuk. Ada beberapa bagian ususnya yang mulai membusuk.
Ahli Bedah RS Hasan Sadikin Bandung, dr Diki Darajat, mengatakan hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari terburai usus bayi berusia empat hari tersebut. "Penyebabnya belum diketahui. Jadi, hampir 95 persen bayi yang terlahir dengan kelainan bawaan seperti usus terburai ini tidak diketahui penyebabnya. Namun, ini mungkin juga disebabkan oleh faktor genetik," ujarnya
''Pasien ini sebenarnya rujukan dari Rumah Sakit Garut. Saat dirujuk ke sini oleh bibinya, memang keadaanya sudah berat dan lemah," kata Direktur Medik dan Keperawatan RS Hasan Sadikin Bandung, dr Rudi Kadarsyah, Senin (21/3).
Bayi perempuan bernama Nadia tersebut saat ini sedang menjalani perawat di ruang intensif sejak tanggal 17 Maret 2011 lalu. Rudi mengatakan proses persalin bayi usus terburai tersebut dibantu oleh seorang dukun beranak dan berlangsung di Kabupaten Garut.
"Kelahirannya memang di Garut dan dibantu oleh seorang paraji (dukun beranak). Memang saat dirujuk ke RSHS pada Kamis (17/3) lalu, bayi tidak langsung dirawat di ruang NICU melainkan di IGD karena penuh. Namun, sekarang sudah dalam perawatan intensif," ujar Rudi. NICU merupakan ruang perawatan khusus yang levelnya di atas ruang perina karena lebih lengkap peralatannya.
Menurutnya, keadaan bayi tersebut cukup memprihatikan karena hampir 50 persen usus halusnya keluar dari lubang sebesar 4 centimeter yang berada di pusarnya. Salah satu tindakan medis yang dilakukan oleh RSHS Bandung terhadap bayi malang tersebut ialah melakukan tindakan operasi pemasangan plastik silo.
"Ususnya kita tutup dengan plastik silo yang dipasang sedemikian rupa sehingga menutupi bagian usus yang berada di luar. Penutupan ini dimaksudkan agar usus tidak mengalami kontak langsung dengan udara luar dan tidak kering," ujarnya.
Meskipun sudah dipasang silo, keadaan bayi tersebut saat ini masih memburuk. Ada beberapa bagian ususnya yang mulai membusuk.
Ahli Bedah RS Hasan Sadikin Bandung, dr Diki Darajat, mengatakan hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari terburai usus bayi berusia empat hari tersebut. "Penyebabnya belum diketahui. Jadi, hampir 95 persen bayi yang terlahir dengan kelainan bawaan seperti usus terburai ini tidak diketahui penyebabnya. Namun, ini mungkin juga disebabkan oleh faktor genetik," ujarnya
0 komentar:
Posting Komentar